Thursday, March 10, 2016

And We Created You in Pairs (Part I)

"50.000 years before the sky was introduced to the sea, Allah Azza Wajjal wrote down your name next to me..."


Hey, sudah setahun ternyata saya tidak menulis postingan di blog saya ini. And I know this time is not the best time to write, to be honest. I have an oral exam on Friday and my brain hasn't been fully equipped yet with sufficient knowledge about War Crime and ICC Jurisdiction. But, they say the best time to write is when your inspiration flows regardless, it is "lawful" or not to put aside your books for awhile :P

Sudah setengah tahun saya menjalani perkuliahan di negara kincir angin, dulu niatnya akan update postingan selama kuliah di blog, tapi apa mau dikata, rencana tinggal rencana. Waktu kuliah yang super padat, tugas dan ujian yang saling kejar-kejaran membuat saya lupa kalau saya punya blog yang sudah lama ditelantarkan, hehe.

Enam bulan ini perubahan signifikan pada hidup saya tidak hanya mengenai pindah ke negara lain untuk sekolah lagi, namun juga perubahan status saya yang sebelum berangkat ke Belanda single, sekarang sudah menikah. Whattt?!! Yup, kamu heran? saya juga kok XD

Banyak yang terkejut ketika saya mengundang teman-teman lewat akun media sosial, "ini anak ga pernah keliatan gandengan, ga pernah jalan sama cowok, kok tiba-tiba nikah aja?" hehe ini tanggapan banyak orang ketika itu. Lucu memang, tiba-tiba banyak yang mulai pingin tahu atau bahasa gaulnya "kepo" tentang pertemuan saya dengan suami. Well, mereka sebenarnya lebih pingin tahu karena suami saya dan bukan saya hahaha.

Saya sempat iseng bertanya ke suami "Bang, cerita kita ade tulis novel yah?", saya kira suami bakal ogah, karena suami bukan tipe yang suka mem"boast" kehidupan pribadinya, palingan hanya akademik dan organisasi. Eh ternyata tanggapannya "Mau? boleh, tapi jangan terlalu detail". Dapat lampu hijau meski ujungnya tetap diwanti "jangan terlalu detail" :D

Penasaran tentang saya dan suami ini kebanyakan datang dari orang-orang yang "mengagumi" sosok suami saya, menjelang nikah permintaan pertemanan di facebook saya meningkat drastis, tiba-tiba inbox banjir dengan message dari orang-orang yang tidak pernah saya kenal sebelumnya. Isinya alhamdulillah positif, tapi terkadang saya suka tertawa sendiri membacanya, beberapa message isinya mereka "ikhlas dan mendukung" saya menikah dengan suami, seperti dukungan pemilihan presiden saja. Tapi saya bersyukur, karena banyak orang-orang yang mendoakan pernikahan kami, terima kasih buat yang sudah mendoakan :)

Banyak yang mengira pernikahan kami direncanakan jauh-jauh hari bahkan sebelum keberangkatan saya ke Belanda. Kalau itu salah besar, ketika saya ke Belanda di fikiran saya cuma satu "kuliah", nikah sama sekali tidak difikiran, hlah gimana mau difikirkan kalau calon saja saya belum punya waktu itu haha.

Tapi bukankah rencana Allah selalu lebih baik dari rencana kita? Sehingga pada 10 Januari 2016, saya dan suami mengikatkan perjanjian suci seberat perjanjian para nabi, Mitsaqan Ghalizhan. Apakah kami pacaran? Tidak, saya dan suami punya prinsip yang sama sebelum menikah, yaitu kami tidak pernah dan mau pacaran. Apakah kami sering bertemu? Tidak juga, karena saya berada di benua Eropa dan suami di benua Australia, 16.709km jarak antara The Hague dan Wollongong. Lalu bagaimana bisa? Itulah rencana Allah, "Innama amruhu idza arada syaian an yaqula lahu kun fayakun" (Sesungguhnya urusanNya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya "Jadilah!" maka jadilah ia)

Lalu bagaimana pertemuan saya dengan suami? Ah, itu saya simpan saja untuk novel nantinya hehe. But some clues, won't harm anyone right? ;). Saya dan suami satu almamater di kampus, FH USU. Apakah cinta bersemi di kampus? Tidak juga. Karena suami saya meski seumuran tapi angkatannya 4 tahun diatas saya. Yes, he was not your average neighbor kids who started going to college after their 18th birthday. He legally "occupied" his seat at law faculty when he was 15 and finished his study when he was 18, jaw-dropping? yup, even for me, haha.

Hanya butuh waktu 2 bulan untuk kami berdua memutuskan untuk menikah, namun kami sudah kenal sejak lama, 5 tahun. Tapi, that's it, hanya sebatas kenal. Siapa yang tidak kenal dengan mahasiswa legendaris kebanggaan almamater FH USU, nama suami tidak pernah absen didengung-dengungkan dekan dan para dosen di setiap ospek, perkenalan musholla bahkan di kelas-kelas. More clues? He is my first love. Saya tidak pernah jatuh cinta dengan siapapun selain dengan suami, so what is more beautiful than marrying your first love? :)

Hal yang paling tidak akan saya lupakan seumur hidup adalah ketika suami mengajak untuk menikah. Perbedaan waktu sempat membuat kami "berdebat" terkait penetapan "waktu spesial" karena ketika itu di Australia sudah tanggal 31 Oktober 2015 sedangkan di Belanda masih tanggal 30 Oktober 2015, haha. Tapi yang berkesan bukan di perbedaan waktunya, namun bagaimana suami mengajak untuk menikah. Bagaimana detailnya? Itu rahasia, yang pasti suami yang biasa public speaking di hadapan orang banyak, prominent people bahkan di televisi dengan gaya khasnya yang sangat confident dan lugas tiba-tiba menjadi terbata-bata, gugup bahkan harus minum berkali-kali, haha. Maaf abang, but this is the only weapon I have, to "bully" you :p

"Setelah dari orang tua, kakak dan adik-adik tidak ada masalah dan setelah sholat istikharah selama 2 minggu..." Itu adalah sepenggal "introduction of his proposal" bahkan cara menyampaikannya seperti rapat di organisasi !! Oh my dear husband.. XD

Long story short, akhirnya persiapan pernikahan dimulai, ketika itu saya lagi menghadapi banyak ujian dan tugas, dan harus menyiapkan pernikahan dari Belanda dengan posisi suami di Australia, orang tua saya di Medan dan orang tua suami di Jakarta. Can you imagine how chaotic the communication was? Tapi, alhamdulillah jika niat baik maka semua akan dimudahkan oleh Allah, hingga pada hari yang ditentukan, di pagi yang cerah, di Mesjid Raya Medan, saya dan suami resmi menjadi pasangan suami istri.. "Fabi Ayyi Ala Irabbikuma Tukadziban.." (Maka Nikmat dari Tuhanmu yang Manakah yang Engkau Dustakan?)







To be continued...

The Hague, 10 Maret 2016



2 comments: